Pages

Subscribe:

Labels

Jumat, 15 Juni 2012

Kebijakan Pemerintah


1.     Kebijaksanaan Pemerintah
KEBIJAKAN PERIODE 1966-1969
Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang : Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan, tertanggal 5 Juli 1966, antara lain menetapkan :

(1)          Program stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968 (jangka pendek)
·         Skala Prioritasnya
a)      Pengendalian inflasi
b)      Pencukupan kebutuhan pangan
c)      Rehabilitasi prasarana ekonomi
d)     Peningkatan kegiatan ekspor
e)      Pencukupan kebutuhan sandang

·         Komponen Rencananya

a)      Rencana fisik dengan sasaran utama :

1.    Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan sandang)
2.    Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang bidang-bidang tersebut.

b)      Rencana Moneter  dengan sasaran utama :

1.    Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik
2.    Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai dengan daya beli rakyat.

·         Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah

a)      Tindakan pemerintah “banting stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka; dari anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).

b)      Serangkaian kebijaksanaan Oktober 1966, Pebruari 1967 dan Juli 1967 antara lain :

1.        Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan jumlah, arah, suku bunga)
2.        Menseimbangkan/ menurunkann defisit APBN dari 173,7% (1965), 127,3% (1966), 3,1% (1967) dan 0% (1968). (Suroso, 1994).
3.        Mengesahkan / memberlakukan undang – undang :

a)                       UU Pokok Perbankan No.14/ 1967
b)                      UU Perkoperasian No. 12/ 1967
c)                       UU Bank Sentral No. 13/ 1968
d)                      UU PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
e)                       Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967

KEBIJAKAN PERIODE PELITA I

Periode Pelita I Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturn Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
·             Kestabilan harga bahan pokok,
·             Peningkatan Nilai Ekspor
·             Kelancaran Impor
·             Penyebaran Barang di Dalam Negeri.

Titik berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.

KEBIJAKAN PERIODE PELITA II

Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan:

·                Mendorong para eksportirØ kecil dan menengah,
·                Mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).

Kebijaksanaan Fiskal:

o      Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankanØ daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri.  Kebijaksanaan 15 November 1978,
o      Menaikkan hasil produksi nasional,
·                Menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.

Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.


KEBIJAKAN PERIODE PELITA III

Paket Januari 1982

Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor.

-       Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase)

Keharusan eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama.

-       Kebijaksanaan Devaluasi 1983,
yakni Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.

Titik berat sektor pertanian (swasembada beras) dengan meningkatkan industri pengolah bahan baku menjadi barang jadi

KEBIJAKAN PERIODE IV

-      Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
-      Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
-      Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun. o Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
-      Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
-      Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
-      Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
-      Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.

Titik berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.

KEBIJAKAN PERIODE V

Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. (Suroso, 1994). Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.


2.     Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.                  Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2.                  Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
3.     Kebijaksanaan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
4.     Kebijaksanaan Moneter dan Fiskal di Sektor Luar Negeri
Di dalam sektor luar negeri, kedua kebijaksanaan ini memiliki istilah lain. Istilah yang dimaksud adalah kebijaksanaan menekan pengeluaran dan kebijaksanaan memindah pengeluaran.

a)      Kebijaksanaan menekan pengeluaran, kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara mengurangi pengeluaran tingkat konsumsi yang dilakukan oleh para pelaku ekonoi di Indonesia. Cara-cara untuk menekan pengeluaran diantaranya adalah:
1)      Menaikkan pajak pendapatan
2)      Mengurangi pengeluaran pemerintah
b)      Kebijaksanaan memindah pengeluaran, kebijaksanaan ini pengeluaran tidak brkurang, tetapi dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk perekonomian Indonesia. Kebijaksanaan ini dapat dilakukan dengan cara paksa dan dapat dipergunakan dengan memakai rangsangan. Secara paksa kebijaksanaan ini ditempuh dengan cara:
1)      Mengenakan tarif dan kuota
2)      Mengawasi pemakaian valuta asing

Sedangkan dengan rangsangan dapat ditempuh dengan:
1)      Menciptakan rangsangan-rangsangan ekspor
2)      Menstabilkan upah dan harga di dalam negeri
3)      Melakukan devaluasi



sumber : 
http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya
 http://sri-kebijakanpemerintahtahun1966-1969.blogspot.com/
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab7-kebijaksanaan_pemerintah.pdf

0 komentar:

Posting Komentar