Pages

Subscribe:

Labels

Rabu, 13 Maret 2013

Tugas: Bab 1,2,3,4


BAB 1
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI

1. Pengertian Hukum
Hukum adalah suatu peraturan yang secara resmi yang dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh pemerintah untuk mengatur perilaku setiap warga. Hukum sendiri menetapkan suatu perilaku yang dilarang atau diperbolehkan.

Berikut adalah pengertian hukum menurut para ahli:

1. WIRYONO KUSUMO
Hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Sedangkan tujuan dari hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan ketertiban dalam masyarakat.

2. MOCHTAR KUSUMAATMADJA
Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, dan juga mencakupi lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.

3. HANS KELSEN
Hukum adalah sebuah ketentuan sosial yang mengatur perilaku mutual antar manusia, yaitu sebuah ketentuan tentang serangkaian peraturan yang mengatur perilaku tertentu manusia dan hal ini berarti sebuah sistem norma. Jadi hukum itu sendiri adalah ketentuan

4. MARX
Hukum adalah pengemban amanat kepentingan ekonomi para kapitalis yang tidak segan memarakkan kehidupannya lewat exploitasi- exploitasi yang luas. Sehingga hukum bukan saja berfungsi sebagai fungsi politik saja akan tetapi juga sebagai fungsi ekonomi.

5. MONTESQUIEU
Hukum merupakan gejala sosial dan bahwa perbedaan hukum disebabkan oleh perbedaan alam, sejarah, etnis, politik, dan faktor-faktor lain dari tatanan masyarakat. Oleh karena itu hukum suatu bangsa harus dibandingkan dengan hukum bangsa lainnya.

6. IMMANUEL KANT
Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.

7. J.C.T. SIMORANGKIR, S.H. dan WOERJONO SASTROPRANOTO, S.H.
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.


2. Tujuan Hukum dan Sumber-Sumber Hukum

I. Tujuan Hukum

Berikut ini adalah tujuan hukum menurut para ahli:
1. Prof Subekti, SH :
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.

2. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn :
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.

3. Geny :
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.

Pada umumnya tujuan hukum adalah mendapatkan keadilan bagi setiap masyarakat dan masyarakat juga mendapatkan kepastian hukum dan mendapatkan manfaat dari adanya hukum tersebut.

II. Sumber-Sumber Hukum

Sumber hukum adalah segala sesuatu hal yang dapat membentuk berbagai peraturan-peraturan yang bersifat memaksa. Sumber hukum itu sendiri terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Sumber-Sumber Hukum Materil
Sumber hukum ini adalah sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif

2. Sumber-Sumber Hukum formil
Sumber hukum formil adalah seperti UU, kebiasaan, keputusan Hakim, traktat, dan doktrin

Undang-Undang
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya

Kebiasaan
ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.

Keputusan Hakim (jurisprudensi)
ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU

Traktat
ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.

Pendapat Para Ahli Hukum (doktrin)
Pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.

3. Kodifikasi Hukum
Kodifikasi hukum adalah sebuah buku hukum tertentu atau buku kumpulan yang memuat aturan atau bahan-bahan hukum  tertentu, pendapat hukum, atau juga aturan hukum. Yang menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum .maka dibutuhkan sebuah koodifikasi hokum yang menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan.para ahli hukum dan hakimpun menguasai peraturan-peraturan itu dengan baik  agar mereka biasa  menyelesaikan berbagai macam persoalan hukum yang timbul ditengah-tengah masyarakat dengan penuh keadilan . koodifikasi hukum bahasa mudahnya disebut juga menjadikan hukum secara tertulis.Artinya hukum yang tadinya bersifat tidak tertulis dengan dikodifikasikan dengan hukum tertulis yang bersifat mengikat.
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :

A. Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan – tambahan diluar induk kondifikasi. Pertama atau semula maksudnya induk permasalahannya sejauh yang dapat dimasukkan ke dalam suatu buku kumpulan peraturan yang sistematis,tetapi diluar kumpulan peraturan itu isinya menyangkut permasalahan di luar kumpulan peraturan itu isinya menyangkut permasalahan – permasalahan dalam kumpulan peraturan pertama tersebut. Hal ini dilakukan berdasarkan atas kehendak perkembangan hukum itu sendiri sistem ini mempunyai kebaikan ialah, Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat.

B. Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.Dulu kodifikasi tertutup masih bisa dilaksanakan bahkan tentang bidang suatu hukum lengkap dan perkasanya perubahan kehendak masyarakat mengenai suatu bidang hukum agak lambat. Sekarang nyatanya kepeningan hukum mendesak agar dimana-mana yang dilakukan adalah Kodifikasi Terbuka.

Berikut ini adalah tujuan kodofikasi hukum yaitu:
a) Kepastian hukum
Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.

b) Penyederhanaan hukum
penyederhahaan hukum sangat penting untuk memudahkan masyarakatdalam  memahami peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Sehingga penegak hukum dan masyarakat dapat melaksanakan peraturan sesuai dengan funsinya.

c) Kesatuan hukum
Adanya kesatuan hukum dapat mengurangi ketimpangan hukum didalam masyarakat sehingga tidak menimbulkan keraguan dan ketidak adilan di dalam hukum .

Unsur-unsur kodifikasi hukum yaitu:

a) Jenis-jenis hukum tertentu
b) Sistematis
c) Lengkap

4. Kaidah / Norma
Ada 4 norma atau kaidah hukum yang berlaku di masyarakat yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.

1) Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.

2) Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.

3) Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.

4) Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut.

5. Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi

Ekonomi adalah ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti keuangan, perindustrian, dan perdagangan. Sedangkan hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi dalam kehidupan ekonomi sehari-hari.


BAB 2
SUBYEK DAN OBYEK HUKUM

1. Subyek Hukum
Subjek hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum, yang berarti memiliki wewenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak serta kewajiban dalam lintas hukum.

Subyek hukum dapat diartikan sebagai pemegang hak, yaitu:
1) Manusia
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti:
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.

2) Badan Hukum
 Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.

2. Obyek Hukum
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.

Berikut ini adalah jenis-jenis objek hukum, yaitu:

1) Benda yang Berwujud
Adalah benda yang dapat dirasakan oleh panca indera kita. Benda yang berwujud ini terbagi atas benda yang dapat berubah, yaitu:
a) Benda Bergerak
Benda ini bergerak karena sifatnya, menurut KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan dan memiliki wujud seperti meja, kursi. Menurut KUH Perdata ada hak-hak atas benda bergerak contohnya hak pakai benda tsb, dan saham-saham perseroan terbatas.

b) Benda Tidak Bergerak
Benda yang tidak bergerak karena sifatnya dapat dicontohkan seperti tanah, gedung. Benda tidak bergerak ini menurut undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak pemungutan hasil atau pembagian hasil, hak pakai atas benda tidak bergerak, dan Hipotik.

Ada 4 hal yang erat hubungannya diantara benda bergerak dan benda tidak bergerak, yaitu:
Kepemilikan
Penyerahan
Kadaluarsa
Pebebanan

2) Benda yang Tidak Bersifat Kebendaan
Benda yang tidak bersifat kebendaan adalah suatu benda yang tidak dapat dilihat tapi suatu saat dapat dirasakan kehadirannya, dan di realisasikan sebagai kenyataan. contoh; merk, hak paten, hak cipta.

3. Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang

Seperti telah disebutkan, hak kebendaan itu ada 2 macam, yaitu:
1. Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan
2. Hak kebendaan yang bersifat jaminan

 Macam-Macam Pelunasan Hutang

1. Jaminan Umum
          Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerak maupun tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.

         Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dikadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:


a) Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
b) Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

2. Jaminan Khusus
    Pelunasan piutang dengan jaminan khusu merupakan hak khusus pada jaminan bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia.

Gadai menurut Pasal 1150 KUHperdata adalah:
Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Dari pengertian gadai tersebut dapat disimpulkan bahwa gadai mempunyai cirri-ciri antara lain;

1. Jaminan gadai benda-benda bergerak
2. Mempunyai sifat yang didahulukan
3. Mempunyai sifat droit de suite yaitu selalu mengikuti bendanya dimanapun atau di tangan siapapun benda itu berada
4. Memberikan kekuasaan langsung terhadap benda jaminan dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
5. Adanya pemindahan kekuasaan dari nemda yang dijadikan jaminan (unsure inbezitstglling) dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
6. Gadai merupakan perjanjian accessoir yaitu perjanjian tambahan yang tergantung dari perjanjian pokok
7. Gadai tidak dapat dibagi-bagi.

Unsur inbezitstelling ini dinyatakan dalam Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata yang menyebutkan:
Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan ini si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang.
Benda bergerak yang dapat menjadi jaminan gadai adalah:
1. Benda bergerak berwujud
2. Benda bergerak tak berwujud
Suarat piutang aan toonder
Surat piutang aan order
Surat piutang op naam

Hak-hak dan kewajiban pemegang gadai
Hak pemegang gadai adalah:
1. Pemegang gadai berhak menjual benda yang digadaikan atas kekuasaannya sendir (eigenmachtige verkoop) apabila pemberigadai wanprestasi (Pasal 1155 ayat 1).
2. Pemegang gadai berhak mendapatkan pengembalian ongkos-ongkos untuk menyelamatkan barang gadaiannya.
3. Pemegang gadai mempunyai hak retensi.

Kewajiban pemegang gadai:
1. Pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya benda yang digadaikan karena kelalaiannya (Pasal 1157 ayat(1)).
2. Pemegang gadai tidak boleh memakai barang yang digadaikannya untuk kepentingan sendiri.

Hapusnya gadai:
1. Apabila hutangnya sudah dibayar lunas.
2. Apabila barang yang digadaikan keluar dari kekuasaan pemegang gadai (Pasal 1152 ayat (3))

Hipotik
Jaminan terhadp benda tidak bergerak disebut hipotik.
Pasal 1162 KUHPerdata menyebutkan:
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.

Pada dasarnya ada persamaan ada persamaan cirri-ciri gadai dan hipotik, tapi ada juga perbedaannya yaitu:
1. Gadai jaminan terhadap benda bergerak hipotik jaminan benda tak bergerak.
2. Pada gadai ada unsur inbezitstelling pada hipotik tidak ada.
3. Perjanjian gadai dapat secara bebas, boleh lisan, boleh tertulis. Perjanjian hipotik terikat oleh bentuk tertentu yaitu harus dibuat dengan akte otentik.
4. Perjanjian biasanya hanya satu kali, perjanjian hipotik boleh lebih dari satu kali.
5. Menjual atas kekuasaan sendiri benda gadai diatur dalam undang-undang, dalam hipotik menjual benda yang dihipotikkan harus dijanjikan terlebih dahulu.

Asas-asas Hipotik
Hipotik mengenal dua asas, yaitu:
1. Asas publiciteit
Asas ini menyebutkan bawha hipotik harus didaftarkan supaya diketahui umum.
2. Asas specialiteit
Hipotik harus dirinci secara jelas misalnya tanah: luas, letak, batas-batasnya harus jelas disebutkan.

Isi akta Hipotik
Isi akta hipotik dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Isi yang wajib
Barang dibebani hipotik itu harus disebut/ditulis secara rinci danjelas.
2. Isi yang facultatief
Isi facultatief ini memuat janji-janji antara pemberi hipotik dan pemegang hipotik.

Janji-janji yang biasa dimuat dalam akta hipotik, antara lain:
1. Janji untuk menjual benda atas kekuasaannya sendiri apabila hutang pokoknya tidak dilunasi (Pasal 1178 ayat 2).
2. Janji tentang sewa
Pemberi hipotik dibatasi dalam kekuasaannya untuk menyewakan benda yang dibebani tanpa iji pemegang hipotik mengenai cara maupun waktunya (Pasal 1185 ayat 1).
3. Janji tentang asuransi
Apabila ada peristiwa yang tidak diduga-duga sebelumya misalnya: kebakaran, banjir antara pemberi dan pemegang hipotik membuat perjanjian tentang asuransi yang diberitahukan kepada perusahaan asuransi, supaya perusahaan asuransi terikat dengan janji tersebut.
4. Janji untuk tidak dibersihkan
Janji ini diberikan kepada semua pemegang hipotik dengan syarat diadakan dalam penjualan secara sukarela yang dikehendaki oleh pemilik bendanya. Janji untuk tidak dibersihkan hanya dapat dilakukan oleh pemegang hipotik pertama (Pasl 1210 ayat 2).

Hapusnya Hipotik
Memuat Pasal 1209 KUHPerdata, hipotik hapus karena:
1. Hapusnya perikatan pokok
2. Pelepasan hipotiknya oleh si berpiutang
3. Penetapan tingkat oleh hakim karena adanya pembersihan tanahnya dari beban-beban hipotik.
Hipotik terhadap benda tak bergerak, khususnya terhadap tanah sudah dihapus dan diganti dengan hak tanggungan berdasarkan undang-undang No.4 tahun 1996 tentang hak tanggungan.

Fidusia
Pada mulanya lembaga jaminan Fidusia ini untuk menutupi kesulitan lembaga jamian gadai, karena dalam gadai benda yang digadaikan itu berpindah kekuasaannya kepada pemegang gadai.
Apabila seseorang hanya mempunyai satu-satunya barang untuk menopang hidupnya dijadikan jaminan gadai, maka orang tersebut akan jatuh miskin. Oleh karena itu kita mengadopsi bentuk jaminan baru dimana benda bergerak yang dijadikan objek jaminan tidak diserahkan kekuasaannya kepada si berpiutang yaitu bentuk “fiduciare eigendomsoverdracht” (penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan) berdasarkan Arrest Hoge Read 1929. Dalam perjalanannya Fidusia semakin dibutuhkan untuk meningkatkan dunia usaha yang memerlukan dana harus diimbangi dengan adnaya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan. Selain itu kita masih mempergunakan yurisprudensi (Bagian menimbang UU No. 42/1999), maka dibentuklah undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia.

Pengertian
Pasal 1 sub 1 menyebutkan:
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan menurut UU No.4/1996 (Pasal 1 sub 2)

UU No 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia tidak berlaku bagi:
1. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan
2. Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 m3 atau lebih
3. Hipotik atas pesawat terbang dan
4. Gadai (pasal 3)
Pembebanan benda dengan jaminan Fidusia harus dibuat dengan akta notaries dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan Fidusia (Pasal 5 ayat 1).
Benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia wajib didaftarakan (Pasal 11 ayat 1).

Hapusnya Jaminan Fidusia
Menurut Pasal 25 UU No. 42 tahun 1999, Fidusia dapat hapus apabila:
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan Fidusia.
2. Pelepasan hak atas jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia
3. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia.


BAB 3
HUKUM PERDATA

1. Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

2. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)

Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.

Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

3. Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia
Hukum adalah aturan nilai yang berisi tentang baik atau buruk, boleh atau tidak, salah atau benar, yang ditentukan oleh pembuat hukum, pelaksana hukum, dan pengamat hukum.

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.

4. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

Hukum Perorangan
Hukum perorangan adalah semua kaidah hukum yang mengatur mengenai hak dan kedudukannya dalam hukum. Hukum perorangan terdiri dari:
1. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum, kewenangan hukum, domisili, dan catatan sipil
2. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki gak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu
3. Hal-hal yang  mempengaruhi kecakapan-kecakapan tersebut,

Hukum Keluarga
Hukum keluarga adalah semua kaidah yang mengatur hubungan abadi antara dua orang yang berlainan jenis kelamin dan akibat-akibatnya. Hukum keluarga terdiri dari :
1. Perkawinan besrta hubungan dalam hukum kekayaan antara suami/istri
2. Hubungan antara orangtua dan anak-anaknya
3. Perwalian
4. Pengampunan

Hukum Harta Kekayaan
Adalah kaidah hukum yang mengatur hak-hak orang yang hubungannya dengan orang lain yang memiliki uang. Hukum harta kekayaan terdiri dari:
1. Hak mutlak, adalah hak-hak yang berlaku pada semua orang
2. Hak perorangan, adalah hak-hak yang hanya berlaku pada pihak tertentu

Hukum Waris
Hukum waris merupakan hukum yang mengatur mengenai benda dan kekayaan sesorang jika pemilik harta dan benda telah meninggal dunia.

Secara keseluruhan hukum perdata, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan sumber hukum perdata utama di Indonesia memiliki sistematika yang berbeda.


BAB 4
HUKUM PERIKATAN

1. Pengertian
Menurut Hofmann :
Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa prang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu

Menurut Pitlo :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang  bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi

Menurut Subekti :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu

Secara umum hukum perikatan didefinisikan sebagai hubungan hukum dalam lingkungan harta kekayaan antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi

2. Dasar Hukum Perikatan
Berdasarkan KUH Perdata, dasar hukum perikatan terdapat 2 sumber, yaitu:
Perjanjian (kontrak)
Undang-Undang
Hak dan kewajiban ditentukan oleh Undang-Undang.
Perikatan yang timbul dari Undang-Undang dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a) Perikatan yang terjadi karena Undang-Undang semata
b) Perikatan terjadi karena Undang-undang akibat perbuatan manusia

3. Azas-Azas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.

Asas Kebebasan Berkontrak
Dalam pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Asas Konsensualisme
Perjanjian atau perikatan itu lahir pada saat tercapainya kata sepakakt antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok. Pada pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perikatan diperlukan 4 syarat yaitu:
a) Kata sepakat antara pihak yang mengikatkan diri
b) Cakap untuk membuat perjanjian atau perikatan
c) Mengenai suatu hak tertentu
d) Suatu sebab yang halal

Pada sayarat-sayarat tersebut diketahui bahwa syarat yang “a)” dan “b)” adalah syarat-syarat subjektif, sedangkan “c)” dan “d)” adalah syarat-syarat objektif.

4. Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya
Wanprestasi timbul apabila  salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia alpa (lalai) atau ingkar janji.

Bentuk wanprestasi, yaitu:
Tidak memenuhi prestasi sama sekali
Terlambat memenuhi prestasi
Memenuhi prestasi secara tidak baik


Akibat-akibat Wanprestasi
Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi). Meliputi 3 unsur:

a) Biaya
b) Rugi
c) Bunga

Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Peralihan resiko


5. Hapusnya Perikatan

Perikatan bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH Perdata.
Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela.
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
Pembaharuan utang
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu :
Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain
Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain
Novasi subyektif aktif, dimana krediturnya diganti oleh kreditur lain
Perjumpaan utang atau kompensasi
Pencampuran hutang
Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dan oleh sebab itu piutang dihapuskan.

Pembebasan utang
Musnahnya barang yang terutang
Pembatalan

sumber:
http://belajarhukumindonesia.blogspot.com
http://kangmoes.com
http://brikjon.blogspot.com
http://id.wikipedia.org
http://artikel-ekonomi-bisnis.blogspot.com
http://www.jurnalhukum.com