Pages

Subscribe:

Labels

Jumat, 15 Juni 2012

Investasi dan Penanaman Modal

11.     Investasi
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contohnya membangun rel kereta api atau pabrik. Investasi adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik dan mesin) dan investasi residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.

22.     Penanaman Modal Dalam Negeri
Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal
Penanam modal Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Negeri, badan usaha Negeri, dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Perusahaan Penanaman Modal Negeri mendapatkan fasilitas dalam bentuk :
·            pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
·            pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
·            pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
·            pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
·            penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
·            keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
Kriteria Perusahaan Penanaman Modal Negeri yang mendapatkan fasilitas antara lain :
·            Menyerap banyak tenaga kerja
·            Termasuk skala prioritas tinggi
·            termasuk pembangunan infrastruktur
·            melakukan alih teknologi
·            melakukan industri pionir
·            berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu
·            menjaga kelestarian lingkungan hidup
·            melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi
·            bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi
·            industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi didalam negeri.

33.     Penanaman Modal Asing
Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal
Penanam Modal Asing dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal asing atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Perusahaan Penanaman Modal Asing mendapatkan fasilitas dalam bentuk :
·            pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
·            pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
·            pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
·            pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
·            penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
·            keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
Kriteria Perusahaan Penanaman Modal Asing yang mendapatkan fasilitas antara lain :
·            Menyerap banyak tenaga kerja
·            Termasuk skala prioritas tinggi
·            Termasuk pembangunan infrastruktur
·            Melakukan alih teknologi
·            Melakukan industri pionir
·            Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu
·            Menjaga kelestarian lingkungan hidup
·            Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi
·            Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi
·            Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi didalam negeri.

Sumber:
http://www.jbs.co.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/Investasi

Masalah Pokok Perekonomian Indonesia

1.     Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.

Ciri-ciri pengangguran di Indonesia adalah sebagai berikut:
1)      Jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia
2)      Perkembangan inovasi teknologi informasi yang canggih menyebabkan berkurangnya penyerapan SDM
3)      Persaingan era globalisasi yang ketat yang membutuhkan SDM yang berkualitas
4)      Malasnya calon pekerja karena memilih pekerjaan yang diminati dan besarnya gaji yang diharapkan
5)      Gengsi yang masih tinggi terhadap pekerjaan yang diyawarkan
6)      Takut menghadapi resiko kerja

2.     Inflasi
Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam waktu yang lama terus-menerus. Harga barang yang ada mengalami kenaikan nilai dari waktu-waktu sebelumnya dan berlaku di mana-mana dan dalam rentang waktu yang cukup lama.
A.    Dampak Sosial Dari Inflasi
Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi di mana para pelaku ekonomi enggan untuk melakukan spekulasi dalam perekonomian. Di samping itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi.
B.     Faktor-faktor penyebab inflasi
1)      Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)
2)      Inflasi desakan biaya (cost-push inflation)
3)      Inflasi karena pengaruh impor (imported inflation)

Sumber:
http://www.niammuddin.com/faktor-faktor-penyebab-inflasi/
http://organisasi.org/definisi-pengertian-inflasi-stagnasi-stagflasi-serta-dampak-sosial-inflasi

Kebijakan Pemerintah


1.     Kebijaksanaan Pemerintah
KEBIJAKAN PERIODE 1966-1969
Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang : Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan, tertanggal 5 Juli 1966, antara lain menetapkan :

(1)          Program stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968 (jangka pendek)
·         Skala Prioritasnya
a)      Pengendalian inflasi
b)      Pencukupan kebutuhan pangan
c)      Rehabilitasi prasarana ekonomi
d)     Peningkatan kegiatan ekspor
e)      Pencukupan kebutuhan sandang

·         Komponen Rencananya

a)      Rencana fisik dengan sasaran utama :

1.    Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan sandang)
2.    Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang bidang-bidang tersebut.

b)      Rencana Moneter  dengan sasaran utama :

1.    Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik
2.    Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai dengan daya beli rakyat.

·         Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah

a)      Tindakan pemerintah “banting stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka; dari anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).

b)      Serangkaian kebijaksanaan Oktober 1966, Pebruari 1967 dan Juli 1967 antara lain :

1.        Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan jumlah, arah, suku bunga)
2.        Menseimbangkan/ menurunkann defisit APBN dari 173,7% (1965), 127,3% (1966), 3,1% (1967) dan 0% (1968). (Suroso, 1994).
3.        Mengesahkan / memberlakukan undang – undang :

a)                       UU Pokok Perbankan No.14/ 1967
b)                      UU Perkoperasian No. 12/ 1967
c)                       UU Bank Sentral No. 13/ 1968
d)                      UU PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
e)                       Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967

KEBIJAKAN PERIODE PELITA I

Periode Pelita I Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturn Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
·             Kestabilan harga bahan pokok,
·             Peningkatan Nilai Ekspor
·             Kelancaran Impor
·             Penyebaran Barang di Dalam Negeri.

Titik berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.

KEBIJAKAN PERIODE PELITA II

Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan:

·                Mendorong para eksportirØ kecil dan menengah,
·                Mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).

Kebijaksanaan Fiskal:

o      Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankanØ daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri.  Kebijaksanaan 15 November 1978,
o      Menaikkan hasil produksi nasional,
·                Menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.

Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.


KEBIJAKAN PERIODE PELITA III

Paket Januari 1982

Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor.

-       Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase)

Keharusan eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama.

-       Kebijaksanaan Devaluasi 1983,
yakni Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.

Titik berat sektor pertanian (swasembada beras) dengan meningkatkan industri pengolah bahan baku menjadi barang jadi

KEBIJAKAN PERIODE IV

-      Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
-      Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
-      Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun. o Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
-      Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
-      Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
-      Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
-      Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.

Titik berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.

KEBIJAKAN PERIODE V

Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. (Suroso, 1994). Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.


2.     Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.                  Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2.                  Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
3.     Kebijaksanaan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
4.     Kebijaksanaan Moneter dan Fiskal di Sektor Luar Negeri
Di dalam sektor luar negeri, kedua kebijaksanaan ini memiliki istilah lain. Istilah yang dimaksud adalah kebijaksanaan menekan pengeluaran dan kebijaksanaan memindah pengeluaran.

a)      Kebijaksanaan menekan pengeluaran, kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara mengurangi pengeluaran tingkat konsumsi yang dilakukan oleh para pelaku ekonoi di Indonesia. Cara-cara untuk menekan pengeluaran diantaranya adalah:
1)      Menaikkan pajak pendapatan
2)      Mengurangi pengeluaran pemerintah
b)      Kebijaksanaan memindah pengeluaran, kebijaksanaan ini pengeluaran tidak brkurang, tetapi dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk perekonomian Indonesia. Kebijaksanaan ini dapat dilakukan dengan cara paksa dan dapat dipergunakan dengan memakai rangsangan. Secara paksa kebijaksanaan ini ditempuh dengan cara:
1)      Mengenakan tarif dan kuota
2)      Mengawasi pemakaian valuta asing

Sedangkan dengan rangsangan dapat ditempuh dengan:
1)      Menciptakan rangsangan-rangsangan ekspor
2)      Menstabilkan upah dan harga di dalam negeri
3)      Melakukan devaluasi



sumber : 
http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya
 http://sri-kebijakanpemerintahtahun1966-1969.blogspot.com/
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab7-kebijaksanaan_pemerintah.pdf